Selasa, 20 Juni 2017

Komponis Musik Ilustrasi Sinetron Indonesia, Purwacaraka: Bermain Musik adalah Tentang Rasa

“Musik adalah tentang rasa dan kepekaan personal seseorang. Dengan rasa yang baik, seseorang bisa menghasilkan komposisi musik yang baik, terlepas dari apapun bentuk instrumennya.” jelas Purwacaraka, musikus sekaligus komponis musik Indonesia yang terkenal akan karya musik ilustrasinya di dunia sinetron, tersirat dalam penjelasannya mengenai peranan musik digital dalam dunia musik Indonesia di generasi muda.
            Menciptakan musik ilustrasi untuk film bukanlah sebuah hal mudah. Diperlukan pelatihan dan pembelajaran yang matang, yang pula memerlukan waktu bertahun-tahun lamanya. Pengabdian dan pengorbanan menjadi kawan dari berbagai proses yang ditapaki.
Musik ilustrasi bukanlah hanya tentang alunan musik yang nyaman bagi telinga, tapi juga yang mampu membawa suasana emosi penonton sesuai dengan pesan yang disampaikan oleh pembuat dan pemeran film. Oleh karena itu, yang tidak kalah penting dari kemampuan bermusik adalah kemampuan untuk merasa dan memaknai sebuah pesan visual.
Seiring dengan hidup dan berkembangnya dunia sinetron di Indonesia, teknologi dan digitalisasi turut bernafas bersama kehidupan perfilman. Dengan bernafasnya digitalisasi dalam dunia musik, berbagai kemudahan ditawarkan tak hanya bagi nafas kehidupan para musisi, tapi juga bagi kehidupan karya seni musik dan film tanah air.
Tidak selalu digitalisasi dipandang sebagai musuh dari nilai orisinalitas karya seni tanah air. Dengan rasa yang mendalam serta kapabilitas dalam musikalitas, digitalisasi hidup seiring karya seni tanah air sekalipun dalam jalur yang pararel. Searah, namun tidak bertemu. Digitalisasi bukanlah musuh selama ada rasa di dalam sebuah alunan musik. Digitalisasi memang cerdas, tapi rasa adalah lebih hidup dalam alunan instrumen musik dari tangan musisi yang memaknai rasa itu sendiri.
Purwacaraka lahir di Beogard, Yugislavia pada 31 Maret 1960 dan memulai perjalanan bermusiknya ketika berusia sembilan tahun. Dengan latar belakang keluarga yang sama sekali tidak sekiblat dengan musik, Purwacaraka melangkah keluar dari zona nyamannya. Diawali dengan dukungan orang tua untuk terus belajar, Purwacaraka sukses membuktikan pilihan hidupnya dengan berbagai kesuksesan dan karya yang dihargai dalam dunia seni musik dan perfilman Indonesia.
Tidak selalu apa yang diinginkan sejalan dengan apa yang diperhadapkan dalam hidup. Melenceng dari dunia musik, Purwacaraka mendalami ilmu teknik industri di Institut Teknologi Bandung. Namun sebagaimana takdir memiliki jalannya yang paling indah bagi garis hidup seseorang, dari ilmu manajerialnya pula Purwacaraka sukses membangun sekolah musik bernama Purwacaraka Music Studio.
Pengorbanan adalah bagian dari proses menuju sebuah kesuksesan. Setiap kesuksesan berproses, dari hal kecil hingga hal besar yang menjadi arti dari pencapaian. Setiap orang memiliki definisinya sendiri mengenai kesuksesan. Purwacaraka memaknai kesuksesan sebagai pencapaian atas apa yang dijalankan dan dikerjakannya dengan senang hati.
Melalui wawancara yang berlangsung pada Jumat, 2 Juni 2017 di kediaman Purwacaraka yakni di kawasan Bintaro, Purwacaraka membagikan pengalaman dan perjalanan dalam kesuksesannya serta berbagai pandangannya mengenai digitalisasi dan pengaruhnya terhadap karya seni tanah air. Dengan keterbukaan, Purwacaraka tak hanya menjawab berbagai pertanyaan yang diajukan, tapi juga membagikan berbagai pelajaran tentang pentingnya pengorbanan dalam perjuangan serta bermaknanya rasa dalam sebuah karya seni musik.

***

Memulai bermain musik sejak kecil, keinginan diri sendiri atau dorongan dari lingkungan?
Zaman itu, tidak yakin orang tua memperbolehkan anaknya bermain musik. Ya, dorongan sendiri. Lagi pula, bapak saya tentara sehingga walaupun mereka menyukai musik karena sering dansa waktu muda, tapi tidak ada probabilitas untuk mengarahkan anaknya berprofesi musik karena rasanya hari itu, bahkan hari ini pun susah.
Tidak ada arahan dari orang tua, mengapa bisa tetap mendalami musik?
Yang mendorong saya untuk menjadi seperti sekarang dengan musikalitas tinggi dan tahu banyak tentang dictionary of music karena dulu ada gamelan, musik India, musik Latin, bahkan semua ada piringan hitamnya sehingga saya sudah terbiasa. Orang tua saya memberikan saya kesempatan untuk belajar musik, seperti memberikan les dengan serius walaupun bayar cukup mahal, beli piano juga bukan hal yang gampang terutama untuk tentara berpangkat kapten yang mengedepankan bersih dari komisi. Intinya, orang tua tetap support selama beliau sanggup untuk membiayainya. Pada akhirnya, mereka terjerumus sendiri ke dalam kebaikan. Akhirnya saya tumbuh dan berkembang menjadi pemusik yang dianggap di atas rata-rata, otomatis aktivitas di musik menjadi intens, sehingga saya bisa menyeimbangkan sekolah dan musik walaupun tidak banyak bermain dengan teman-teman, tapi itu bukan masalah. Yang penting adalah saya bisa buktikan bahwa saya bisa membagi waktu. Masuk universitas bagus, bahkan lulus dengan hasil yang bagus juga.
Mengapa memilih untuk berkuliah di jurusan teknik industri Institut Teknologi Bandung yang tidak ada kaitannya dengan minat musik?
Jawabannya jujurnya, saya memilih teknik industri karena saya melihat peluang untuk tetap bisa main musik karena cenderung lebih renggang. Belum tentu jurusan lain seperti kedokteran, masih bisa berpeluang untuk main musik. Waktu itu, yang sedang top adalah teknik arsitektur, mesin, atau elektro. Kalau saya memilih jurusan-jurusan itu, padat sekali kegiatannya dan belum tentu bisa main musik. Di jurusan teknik industri, banyak pembelajaran kualitatif yang lebih mendalami managerial function sehingga saya melihat jurusan itu sangat fleksibel untuk tetap bisa mengambil banyak jenis pekerjaan lain. Untuk saya, interest tambahnnya adalah bagaimana saya tidak harus terlalu padat kegiatan kuliah karena pembelajaran kualitatif yang cenderung lebih mengandalkan kemampuan berpikir membuat saya tetap bisa berpeluang untuk bermain musik dengan baik.
Anda lulus dari teknik industri dengan hasil yang sangat baik. Bagaimana Anda menyeimbangi kewajiban dengan minat?
Memang harus ada pengorbanan, harus bisa disiplin waktu. Ketika ada ujian, saya harus mengorbankan minat dan pekerjaan saya di musik. Saya harus selalu bisa mengondisikan dan mengingat bahwa saya masih kuliah. Beruntung  pimpinan saya waktu itu juga paham bagaimana rules of game dari mahasiswa. Network juga penting, terutama untuk yang ingin mendalami bisnis.
Adakah kendala tertentu dari lingkungan atau keluarga ketika harus menyeimbangkan kuliah dengan musik sebagai minat?
Semua orang, tidak terkecuali orang tua saya akan menerima apa saja opsi yang ditawarkan oleh seseorang, terutama anaknya ketika dia bisa membuktikan bahwa dia tidak merugikan apa yang dia persepsikan. Kalau kita bisa buktikan bahwa musik tidak mengganggu kuliah, persoalan selesai. Selain itu, saya sudah menghasilkan uang sejak SMA sehingga ketika kuliah, uang penghasilan saya meningkat sehingga orang tua saya melihat manfaat lain dari pekerjaan dan minat saya. Saya harus bisa buktikan bahwa minat saya adalah maksud yang baik dan terbuktikan dengan mampu lulus dengan hasil yang baik juga. Setelah lulus, I’m on my way boleh, dong...
Artinya, cita-cita sejak kecil untuk terjun ke dalam dunia musik tercapai.
Saya tidak pernah punya cita-cita yang persis dengan keadaan saya sekarang. Kesuksesan itu relatif. Yang penting pekerjaan saya menyenangkan dan saya merasa mendapatkan achievement. Kepuasan bukan pada uang. Sama halnya dengan ketika kita bermain piano di hadapan banyak orang, achievement bukan pada berapa besar bayaran, tapi berapa banyak penonton yang terhibur. Saya percaya bahwa jika achievement dijadikan landasan, uangnya sendiri yang ngikut.
Ketika menyeimbangi kuliah dan pekerjaan sebagai wakil direktur, bukankah lebih mendalami bisnis daripada musik?
Tidak, karena semua berproses. Saya memulai dengan mengajar piano ke rumah-rumah atau main di kafe dengan bayaran seratus ribu hari itu. Intinya, semua saling menopang dalam berjalannya sebuah proses antara musik dan bisnis. Saya membangun musik dari bawah. Mengawali dengan bukan siapa-siapa, demonstrator, kemudian menjadi product specialist, kemudian baru mendapat nama dan proses terus mengerucut. Kualitas beban pekerjaan bertambah seiring tanggung jawab.
Anda terkenal dengan karya musik ilustrasi sinetron, yang paling terkenal adalah sinetron Si Doel. Bagaimana awal mulanya?
Semua berawal ketika SCTV memisahkan diri dengan RCTI, dengan sinetron berjudul Buku Harian, pemainnya Desi Ratnasari, Didi Petet, dan banyak aktor terkenal lain. Produksi hari itu belum sebanyak hari ini. Saya memulai di Si Doel ketika Rano Karno mengajak saya dengan hubungan pertemanan. Beliau jemput saya pukul sepuluh malam, di studi Editing Spectra kami kerja sampai pukul enam pagi, produksi musik untuk dua episode pertama. Enam episode pertama sukses, berlanjut terus hingga akhirnya kami menyelesaikan seua sekuel, terdiri dari tujuh sekuel, selama sebelas tahun. Berbeda dengan sinetron Tukang Bubur Naik Haji yang berhenti pada episode 2100, ditampilkan setiap hari dimana produksi musik mengandalkan sistem komputer sehingga saya tidak perlu lagi datang ke tempat editing. Saya menggunakan berbagai teknologi, bahkan bisa memproduksi di studi saya sendiri.
Artinya, hubungan pertemanan menjadi awal dari karir Anda yang berkembang pesat dalam dunia produksi musik ilustrasi sinetron di Indonesia.
Percayalah bahwa pekerjaan yang baik membuahkan hasil yang baik. Waktu itu saya memulai dengan hubungan pertemanan. Tapi selepas itu, saya membuktikan bahwa hasil yang saya hasilkan bukanlah urusan pertemanan, tapi karena kapasitas. Untuk saya, yang terpenting bukanlah mendapatkan uang sebanyak-banyaknya, tetapi kapasitas. Jika orientasi mendapat uang sebanyak-banyaknya, akan susah mencapai tujuan.
Untuk membuat musik ilustrasi sinetron, adakah basic kesukaan pada perfilman?
Saya jarang menonton film, tapi saya penikmat benda berkesenian apapun bentuknya. Ketika saya diminta untuk mengisi ilustrasi, saya tidak punya basic ilustrator, tapi saya punya pemahaman mengenai dramaturgi, adegan, mengobrol dengan sutradara, salah persepsi dalam ilustrasi. Dengan begitu, saya memahami bahwa musik ilustrasi sangat berpengaruh pada mood dalam adegan. Saya selalu berdiskusi dulu dengan sutradara tentang perasaan penonton yang bagaimana yang ingin disentuh oleh film.
Musik ilustrasi memiliki kekuatan yang sangat besar dalam memengaruhi suasana emosi penonton.
Sangat benar. Bahkan ada kalanya gambar (visual) tanpa naskah bisa berpengaruh kuat hanya dengan mengandalkan musik.
Naskah dan musik, yang mana yang lebih kuat?
Tergantung kita melihatnya dari sisi mana. Musik datang belakangan sehingga tidak meninggalkan peran sebagai pendukung karena script memegang peranan sebagai inti dari story telling yang terpenting. Musik berdiri karena gambar (visual), namun memiliki peranan yang sangat penting. Bahkan musik menggiring penonton untuk mengganti atau tidak mengganti channel, dengan mengandalkan pembawaan suasana emosi.
Apa tantangan terbesar dalam menciptakan musik ilustrasi?
Scoring, karena dulu sistemnya tidak sync dengan komputer. Penghitungan tempo dan waktu harus dilakukan secara manual, saya harus menghitung dulu ritmenya berapa, kemudian saya tandai. Saya harus membuat komposisi musik berdasarkan komposisi gambar. Sekarang sudah jauh lebih mudah dengan mengandalkan komputer.
Adakah unsur industrialis dalam berbagai pekerjaan Anda dalam seni?
Itu adalah hal yang menarik. Once kita masuk ke dalam dunia industri, industri selalu menjanjikan hal yang besar karena tidak banyak orang seni yang berpola pikir industrialis. Bukan masalah, their own risk, their own challenges, their own achievement. Saya memang sering dianggap industrialis karena memang 55% otak saya adalah teknik industri.
Semakin zaman berkembang, kita semakin dimudahkan dalam memproduksi musik. Generasi muda lebih tertarik dengan produk digital. Bagaimana pandangan Anda?
Komposisi musik tidak ditentukan oleh the matter of digital or not. Komposisi musik ditentukan oleh rasa dan kualitas personal. Dulu, apa yang saya dalami adalah sulit sehingga pemain dan pesaingnya sedikit, sehingga saya dipercaya untuk menjadi kepala. Bagaimana pun prosesnya, saya tidak ingin menghasilkan sesuatu yang bernilai gampang karena pada ujungnya, tidak akan bernilai dalam jangka panjang. Untuk membuat musik ilustrasi sinetron, saya membuat komposisi yang baik, baik komposisi dalam struktur atau dalam instrumentasi.
Digitalisasi tidak menentukan kualitas karya musik.
Benar, tapi yang paling penting digitalisasi memang jauh mempermudah. Tapi kita justru harus meningkatkan kualitas bermusik kita karena kemudahan tersebut. Kalau kemudahan tidak dibarengi dengan kualitas, maka fasilitas digitalisasi tidak akan ada artinya. Jika kita memiliki fasilitas yang canggih, yang diperhatikan adalah bisa atau tidaknya kita menciptakan musik yang bagus dengan komposisi kita.
Adakah pengaruh digitalisasi pada lunturnya kecintaan generasi muda pada orisinalitas karya musik tanah air?
Digitalisasi dan kecintaan pada karya tanah air adalah hal yang berbeda. Digital adalah hasil kemajuan teknologi. Musik adalah eksplorasi rasa. Jika membandingkan musik yang dilakukan dengan digital atau tidak digital, bisa jadi yang menang adalah produk digital, jika kita menggarap musik yang tidak digital dengan tidak oke. Sampai saat ini, saya masih merasakan bahwa hasil instrumen biola digital tidak akan lebih baik daripada instrumen yang dimainkan tanpa digital, selama pemain biolanya benar-benar berkemampuan baik. Jika yang bermain instrumen berkualitas bagus, maka kualitas yang dihasilkan pun bagus.
Artinya, yang lebih penting dari digitalisasi adalah kemampuan pemain musik dalam menciptakan atau memainkan musik.
Musik ada di dalam kapasitas pemainnya, termasuk dalam generasi muda meliputi kemampuan eksplorasi secara kreatif, pemanfaatan dari materi, dan pemanfaatan yang disediakan oleh produk digital. Produksi musik memang jauh dipermudah dengan digital, tapi komposisi musik bukan komputer yang membuat. Bagaimana hasilnya dibedakan oleh komposisi musisinya, bukan dari rapi atau tidaknya produk digital.
Bagaimana kaitan digitalisasi dengan kenusantaraan?
Digitalisasi dengan kenusantaraan adalah hal yang berbeda. Memang bisa terlihat bahwa kelompok tradisional dan modern bagaikan air dan minyak. Di tengah-tengah perbedaan tersebut, ada musisi yang bereksperimen dengan mencampurkan unsur tradisional dengan kontemporer. Namun perbedaan tersebut tidak dapat dipaksakan agar musik tradisional tidak punah. Walaupun begitu, kecintaan pada budaya tanah air memang tidak boleh dilupakan.


Kehadiran produk digital tidak memengaruhi nilai-nilai budaya tanah air.

Setahu saya, ini hanyalah masalah exposing. Media memiliki peranan penting dalam memengaruhi pola pikir masyarakat tentang arti seni musik. Media memberikan gambaran tentang musisi-musisi yang telah melalui proses rekaman sehingga masyarakat berpemahaman bahwa seniman musik adalah yang melalui proses rekaman. Ukuran kesenian pada dasarnya tidak ditentukan oleh proses rekaman. Media tidak selalu mengupas fenomena kesenian yang terjadi di gedung kesenian Jakarta karena dinilai sebagai berita yang tidak menarik. Banyak fenomena seni musik nusantara yang berkualitas tidak menjadi bahan berita karena tidak ada peranan artis top di dalamnya. Media memang memiliki kekuatan yang besar.   
 Foto: Vidya Pinandhita
Purwacaraka bermain piano seusai wawancara sembari dengan santai berbagi tentang berbagai pengalaman uniknya dalam perjalanan sebagai komponis musik ilustrasi sinetron Indonesia. Karyanya yang paling terkenal adalah Si Doel, sinetron yang ditayangkan di RCTI sejak 1996 hingga 2006 dan diperankan oleh Rano Karno. 

Wawancara berlangsung di kediaman Purwacaraka di kawasan Bintaro pada Jumat (2/6). Dengan keterbukaan, Purwacaraka berbagi tentang pengalamannya dalam dunia musik ilustrasi sinetron hingga mendirikan Purwacaraka Music Studio

1 komentar:

 

Me and My Freaky-Diary Template by Ipietoon Blogger Template | Gadget Review