Selasa, 20 Juni 2017

General Manager UMN Radio, Adrian Renardi : Jurnalistik Tidak Selalu Harus Idealis

“Peran media yang terpenting adalah jujur karena salah satu elemen dalam jurnalistik adalah loyalitas kepada khalayak. Kita garis bawahi kejujuran karena media adalah perwakilan dari khalayak. Media menciptakan informasi yang berguna bagi masyarakat, dengan kejujuran.” jelas Adrian Renardi tatkala memberikan pandangannya perihal jurnalistik sebagai jurusan yang beliau dalami di Universitas Media Nusantara.
            Adrian Renardi 20, tahun, memegang posisi General Manager di UMN Radio, sebuah organisasi di Universitas Multimedia Nusantara yang mewadahi sekaligus memfasilitasi mahasiswa yang ingin berkecimpung di dunia radio. Dengan berpikiran terbuka dan pengalamannya dalam dunia radio komunitas selama tiga tahun, Adrian Renardi beranggapan bahwa kehadiran media sosial sebagai hasil dari perkembangan teknologi tidak selalu menjadi ancaman bagi radio, tapi juga sebagai pendukung eksistensi radio. Bagi beliau, pelaku media tidak selalu harus menjunjung tinggi idealisme. Ada kalanya, pelaku media harus beradaptasi dengan arus perkembangan teknologi untuk mempertahankan nilai-nilai baik yang dimiliki radio, seperti akurasi dan loyalitas terhadap khalayak.
            Dalam perbincangan selama kurang lebih satu jam di Hi Up Coffee, Jalan Scientia Square Barat, Tangerang, Banten pada Sabtu, 1 April 2017, Adrian Renardi berbagi pandangan, pengalaman, serta harapannya perihal eksistensi radio yang mulai memudar di kalangan generasi muda masa kini, terkait dengan kehadiran media sosial yang merebut perhatian generasi muda dan berpotensi membunuh radio.

Sudah berapa lama menjadi General Manager di UMN Radio?
Efektif sejak Januari, semenjak serah terima jabatan. Tapi gue udah mulai ngerancang strategi untuk generasi ini, gue pegang generasi keenam sudah sekitar dari bulan November. General manager yang sebelumnya ngasih mandat untuk gue buat struktur, rencana, sistem, dan proker yang rampung bulan Januari. Jadi, efektifnya baru tiga bulan.
Apakah Kak Adrian berpartisipasi di UMN Radio semenjak baru masuk kuliah?
Benar. Dari gue tahun pertama kuliah, di kampus gue ada sistem Open Recruitment. Gue daftar, Puji Tuhan keterima sebagai music director dan kerja selama dua tahun. Tahun ketiga, baru dipercaya sebagai general manager.
Awal mula masuk ke UMN Radio, apakah karena kecintaan pada radio, atau karena melihat keaktifan dunia radio di UMN?
Sebenarnya dari awal gue demen dengar radio sih, sejak SMP. Kebanyakan radio Bandung seperti Ardan dan Ninetyniners. Masuk UMN pun awalnya enggak ada niatan untuk masuk ke radio. Memang awalnya sempat cari tahu kegiatan-kegiatan mahasiswa di UMN, seperti UMN Broadcaster, tapi enggak kepikiran untuk masuk media kampus. Ternyata open recruitment UMN Radio waktu masih jadi mahasiswa baru membuat gue penasaran ingin berkecimpung di dunia radio. Awalnya coba-coba, ternyata sampai sekarang jadi semakin suka.
Bisa disimpulkan, memulai dunia radio karena sejak awal sudah kenal dan sering mendengarkan radio ya, Kak?
Mendengarkan doang awalnya, belum tahu bagaimana di dalamnya seperti divisi, operasional, sampai aturan-aturan siaran yang baru gue tahu setelah gue masuk UMN Radio. Jadi sebenarnya UMN Radio adalah tempat yang membuat gue belajar banyak.
Di generasi muda sekarang, tidak banyak yang masih mendengarkan radio. Media sosial dianggap lebih menarik.
Sebenarnya, daya jual radio adalah lagu. Konten siaran radionya sendiri menjadi nomor dua. Sementara keberadaan Youtube, Joox, dan Spotify (aplikasi online untuk mengakses musik) secara gak langsung membunuh radio. Penurunan jumlah pendengarnya drastis.
Di luar daya jual radio berupa entertainment, bagaimana pandangan Kak Adrian mengenai konten jurnalistik dalam dunia radio?
Menurut gue, radio khusus berita masih memiliki peran yang jelas. Seperti Radio Elshinta, dari zaman dulu gue dengar Radio Elshinta sampai sekarang, konsep dan formatnya masih sama. Dari segi jurnalistik, radio masih efektif. Misalnya untuk mereka yang sering kena macet di Jakarta, output radio berupa suara bikin mereka tahu berita cukup dengan mendengarkan. Intinya, jurnalistik dalam radio masih kena untuk masyarakat.
Adakah alasan atau ketertarikan tersendiri yang membuat Kak Adrian bertahan dalam dunia radio?
Sebenarnya sih awalnya benar-benar hanya ada basic senang mendengarkan. Kemudian karena coba-coba, gue justru semakin enjoy dan ingin explore lebih jauh. Bahkan karena coba-coba, jadi berniat untuk ke dunia radio terus. Berdasarkan pengalaman tiga tahun di UMN Radio, gue banyak belajar dan pembelajaran itu jadi satu hal menyenangkan buat gue.
Berarti antusiasme Kak Adrian baru terbentuk semenjak “kecemplung” ke dalam dunia radio itu sendiri.
Benar, karena awalnya gue pun belum mengenal sejauh itu. Tapi karena belajar dan lihat dari dalam, barulah gue memulai.
Dalam pandangan Kak Adrian, seberapa besar eksistensi UMN Radio bagi kehidupan mahasiswa di UMN?
UMN Radio lebih menarik antusiasnya mahasiswa dalam event off-air. Walaupun bentuknya radio komunitas, menarik khalayaknya justru sulit. Kebanyakan dari mereka cuma mendengarkan kalau memang mereka lagi pengen, bukan untuk teman bosan atau sumber informasi. Maka itu, target gue sekarang adalah membuat jumlah pendengar bertambah. Permasalahannya adalah di komunitasnya itu sendiri. Mereka cuma mendengar sekali-sekali, bukan sebagai pendengar setia.
Kalau masalahnya ada pada antusiasme khalayak, bukankah itu berkaitan dengan menurunnya antusiasme generasi muda masa kini pada dunia radio?
Justru itu yang harus dilawan. Walaupun basic-nya kita media elektronik, kita harus manfaatkan juga media sosial. Kita manfaatkan Instagram atau LINE@ karena kita melihat ketertarikan mahasiswa sekarang. Dari media sosial, khalayak diarahkan untuk mendengarkan radio. Itu upaya untuk menarik pendengar. Tapi kembali ke komunitasnya, apakah mereka menjadikan UMN Radio kebutuhan atau enggak. So far, memang belum jadi media andalan.
Untuk menarik antusiasme khalayak, program bagaimana yang diadakan oleh UMN Radio?
Lebih ke entertainment, tapi juga ada berita. Ultimafriends (sebutan untuk pendengar UMN Radio) bisa mendapatkan informasi dari sana. Beritanya bisa seputar Serpong, karena radionya adalah radio komunitas, bisa pula worldwide dan lokal. Entertainment sendiri lebih diunggulkan karena melihat minat pendengarnya, yang lebih suka konten yang cenderung enggak berat dan menghibur bagi mahasiswa.
Program apa saja yang diadakan oleh UMN Radio?
Dari program on-air, setiap tahun ada inovasi karena kami based on survey, melihat apa yang sebenarnya diinginkan oleh pendengar, yaitu entertainment. Setiap Senin sore, kami punya program tentang travelling supaya pendengar punya rencana ingin kemana saat weekend. Setiap Senin malam, kami punya program Sersan (Senin Rasa Santai) yang inginnya merubah pandangan bahwa Senin itu Monster Day, dengan pembawaan topik yang santai dan nyeleneh oleh dua orang cewek. Untuk Selasa, kami punya program What’s On Campus yang lebih mengarah ke informasi tentang kampus. Kami sering mengundang orang-orang penting di kampus, seperti orang hits, dosen, dan lain-lain. Untuk malam Selasa, kami punya Soda yang acaranya juga nyeleneh dan sering mengundang cewek hits di kampus. Itu salah satu strategi untuk menarik pendengar sih, karena tamunya pasti punya daya tarik dan followers yang banyak. Tamunya sering ngajak teman-temannya untuk dengerin radio. Untuk Rabu, kami punya program Ngomel yang ngomongin game. Rabu malam, kami punya Dekil yang segmentasinya penyuka jadul-jadul. Kamis, kami punya Pop Acoustic yang biasanya ngundang artis. Selama sebulan ini, kami udah ngundang Ecoutez untuk live di radio. Kamis malam, kami punya program Bilang Cinta karena cinta itu topik yang gak akan pernah mati, apa lagi buat generasi kita. Jumat siang, ada Friyay yang biasanya membahas film, tempat nongkrong, atau ngundang orang di luar musik. Malamnya, kami ada program untuk penyuka Korea. Untuk Sabtu, kami punya program Sabtu Siaran yang isinya chart top 20. Sementara untuk event off-air, kami punya annual event namanya Radio Active yang lebih menarik khalayak karena mereka bisa lihat live music dan ikut lomba-lomba. Lewat event ini juga kami meningkatkan awareness khalayak sama radio. Kami ngadain lomba-lomba dan ngundang artis untuk closing, seperti Barasuara dan Reality Club. Intinya, tujuan program-program on-air dan off-air kami adalah ngajak mahasiswa untuk dengerin radio.
Bagaimana pandangan Kak Adrian perihal radio yang mulai memudar di generasi kita bila dibandingkan dengan eksistensi media sosial?
Karena sekarang sudah era digital, semua serba praktis. Telfon, text, dengar lagu, semua bisa dalam satu device smart phone. Sebenarnya kehadiran media sosial bisa jadi ancaman sekaligus jadi support buat radio. Bisa jadi ancaman karena media sosial bisa membunuh radio. Di satu sisi lain, media sosial support radio karena dengan adanya teknologi, kita jadi punya fasilitas radio streaming, akun media sosial untuk media radio, sekaligus bisa narik followers. Lucunya, mereka lebih tau tentang radio dari media sosial daripada dari radionya sendiri. UMN Radio enggak begitu menganggap media sosial sebagai ancaman, tapi justru menganggap media sosial sebagai kesempatan untuk berkembang. Istilahnya, kita memperlebar sayap dengan aktif di berbagai bentuk media. Maka itu dalam pandangan gue, radio enggak akan pernah mati.
Keunggulan apa dari radio yang membuat Kak Adrian berpandangan bahwa radio akan terus bertahan?
Khusus untuk radio kampus, mahasiswa yang tinggal sendiri di kostan misalnya, butuh teman yaitu media. Media itu gak cuma media sosial, kok. Dengan media radio, mahasiswa bisa ditemani ngerjain tugas, yaitu dengan mendengarkan radio. Buat gue, radio adalah media yang paling praktis. Lo bisa sambil ngapa-ngapain dan masih dapat informasi, enggak seperti media sosial atau televisi yang harus dilihat langsung untuk dapat informasi. Radio mengandalkan auditori dan bikin kita menciptakan theatre of mind. Pendengar bisa lebih leluasa dalam menciptakan gambaran.
Salah satu karakteristik radio adalah “akrab”.
Benar, karena penyiar komunikasi secara satu arah. Kita gak pernah dengar penyiar bilang “buat kalian yang lagi di jalan”, tapi lebih menggunakan kata “kamu” atau “lo” untuk memberikan kesan intim. Ketika kita kesepian, kita dengerin radio, dari sanalah kita punya teman ngobrol. Buat gue pribadi, akan lebih senang kalau interaksinya secara auditori, seperti dalam radio.
Kenyataannya, generasi muda sekarang lebih senang media sosial karena lebih mudah dan serba praktis untuk diakses.
Itu enggak bisa dipungkiri. Seiring berjalannya waktu, dengan teknologi, segala sesuatu jadi lebih instan. Kenyataanya adalah sekarang radio berada di belakang media sosial. Mau atau enggak mau, kecintaan kita sama media sosial enggak bisa dipungkiri.
Mempertahankan eksistensi radio asalkan pelakunya cermat dalam memanfaakan kemajuan.
Benar, karena kita mengkondisikan radio sesuai dengan perkembangan teknologi. Jangan egois sebagai pelaku media cetak atau radio. Media cetak atau radio enggak akan bisa bertahan kalau enggak mau mengikuti dan beradaptasi dengan perkembangan teknologi. Kita harus mau melihat apa yang diinginkan pasar. Kita enggak boleh terlalu idealis.
“Radio sebagai Pilar Kelima”. Bagaimana pandangan Kak Adrian?
Istilah itu muncul ketika radio punya dampak yang sangat besar, seperti momen Proklamasi yang diketahui banyak orang karena radio. Untuk sekarang, kalau disebut sebagai pilar kelima, gimana ya... sekarang berita itu bisa gampang diketahui banyak orang kalau mendapatkan banyak likes, share, atau view seperti di media sosial. Untuk penyebaran informasi, paling efektif media sosial. Tapi belum layak juga media sosial disebut sebagai pilar kelima. Untuk radio sebagai pilar kelima, balik lagi ke banyak atau enggaknya yang mendengarkan. Kalau enggak banyak, belum bisa disebut sebagai pilar kelima.
Berarti dalam pandangan Kak Adrian, radio sekarang tidak bisa disebut sebagai pilar kelima, tapi sama halnya dengan media sosial?
Benar, karena media sosial terlalu terbuka dan enggak jelas verifikasinya. Apa lagi, sekarang banyak sekali hoax. Hukum tentang media sosial belum rampung dan belum diatur dengan ketat. Efektif sih iya, tapi verifikasinya enggak terjamin. Berita di media sosial juga sering berat sebelah, seperti hate speech. Dalam hal ini, radio memiliki lisensi yang jelas dari pemerintah, sehingga bisa menyiarkan berita yang lebih akurat dan terverifikasi.
Berdasarkan yang paling disukai sampai paling tidak disukai sebagai pelaku media radio sekaligus pengguna media lain: Youtube, televisi, media sosial, media cetak, radio.
Pertama Youtube, karena konten-kontennya bagus dan gue bisa melihat konten mana yang bisa dipercaya dan mana yang enggak. Kedua, media sosial karena orang-orang sudah banyak menggunakan media sosial, bahkan media cetak dan radio pun sudah mengarah ke online. Ketiga radio, karena simple. Keempat TV. Media cetak terakhir, karena berupa fisik dan kalau sudah enggak kepake jadi sampah, walaupun sifatnya abadi dan bisa dibaca kapan saja. Tapi tetap saja, menurut gue media cetak paling bisa dipercaya.
Sebagai mahasiswa jurnalistik, dalam pandangan Kak Adrian, bagaimana peranan efektivitas radio dalam menyampaikan informasi kepada khalayak?
Untuk sekarang, enggak bisa dibilang paling efektif karena sekarang ada media sosial. Kecuali kalau kontennya menarik dan sempat diangkat atau diperkenalkan dari media sosial dulu. Radio bisa dibilang efektif karena mengandalkan auditori dan dirancang untuk didengarkan sambil melakukan aktivitas lain. Efektif atau enggak itu tergantung dari kebutuhan khalayak. Kalau ingin informasi mendalam, cari di media cetak. Kalau ingin informasi sekilas, cari di radio. Kalau ingin visual, cari di televisi. Tapi efektivitas juga harus dipertimbangkan dengan kecermatan khalayak, karena enggak semua yang efektif itu terverifikasi dengan baik.
Apa harapan Kak Adrian untuk UMN Radio ke depannya?
Yang pasti pendengarnya semakin banyak. Walaupun dulu pendengarnya sempat banyak, mempertahankan itu lebih sulit daripada mencapai. Tapi semoga juga kami selalu ada upaya untuk menciptakan sesuatu yang baru baru, yang sesuai dengan apa yang pendengarnya sukai. Semoga juga UMN Radio bisa jadi pilihan media utama buat mahasiswa UMN dan dipercaya sebagai media yang paling aktual dalam menyediakan informasi.
Apa harapan Kak Adrian untuk dunia radio di Indonesia? 
Pelaku radio harus mau melihat kemajuan teknologi, jangan pakai kaca mata kuda yang hanya melihat satu arah ke depan. Kita harus lihat kiri kanan, bagaimana karakteristik pasar sekarang. Apakah mereka ingin yang praktis atau segala macamnya, pelaku harus mau mengikuti. Media itu jangan terlalu tinggi idealisme, karena media ada untuk audience, bukan audience yang ada untuk media. Inovasi selalu ada, supaya radio selalu bisa menciptakan konten yang bisa dipercaya.




Foto: Vidya Pinandhita

Adrian Renardi berbagi pandangan, pengalaman, serta harapannya perihal eksistensi radio yang mulai memudar di kalangan generasi muda masa kini di Hi Up Coffee, Jalan Scientia Square Barat, Tangerang, Banten pada Sabtu, 1 April 2017.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 

Me and My Freaky-Diary Template by Ipietoon Blogger Template | Gadget Review