Rabu, 23 Mei 2018

Nahkoda Ria Ratu Dunia

"Lo tuh kalo teori soal cinta, pinter mampus. Giliran praktek, bego banget nggak ketolong!" ucap Piglet di tengah percakapan kami via telefon beberapa waktu kemarin. Iya, si Piglet yang pernah jadi trending topic blog gue jaman SMA. Piglet, mantan pacar gue.

"Ya abisnya gimana? Otak sama hati gue nggak sinkron," jawab gue ngeles.

Gue harus jujur, putus cinta bikin gue melihat segala sesuatunya dari lebih dekat. Mata gue seperti dibukakan; gue dipertemukan kembali dengan orang-orang yang sebenarnya selalu ada di sana. Mulai dari sahabat-sahabat gue, keluarga gue, kakak-kakak gue, sampai hal-hal yang sebenarnya pernah gue cintai. Dalam kata lain, putus cinta bikin gue tahu siapa yang sebenarnya ada di sini, dan siapa yang sebenarnya nggak pernah ada di sini.

Sayangnya, sebenarnya dia nggak pernah begitu ada di sini.
Kalau dianalogiin dengan nahkoda, gue kira dia ada di belakang gue ketika gue asik nyetir kapal. Dan ketika gue nengok ke belakang... ternyata dia udah dadah-dadah. Dia nemu kapal lain yang lebih keren, dengan nahkoda yang lebih mahir juga tentunya. Sekarang, gue sendirian di atas kapal ini. Kapalnya ngarah kemana, gue juga nggak tahu. Biar angin aja ngebawa kapal gue. Sisanya, tinggal gimana gue pinter-pinter bertahan hidup biar ngga ko'id mabuk laut.

"Beberapa masalah memang ada nggak untuk dipecahin, Vid." kata Sule. Sule adalah salah satu orang paling terpercaya gue di sejarah kuliah gue dua tahun ini. Kerjaan sih yang bikin gue nggak sengaja ketemu Sule di awal masuk kuliah. Intinya karena suatu tanggung jawab, Sule memposisikan dirinya sebagai mentor gue buat kerjaan ini. Ternyata gue dan Sule malah kecantol. Dia bukan jadi mentor kerjaan gue, dia mentor idup gue. 

Sule dua tahun lebih tua dari gue, nggak heran pikiran dia jauh lebih mateng dibanding otak gue yang serba sumbu pendek. Sule yang bikin gue survive hidup jauh dari rumah. Sule juga yang mendukung gue habis-habisan untuk jadi lebih kuat setiap harinya. Nggak setiap hari gue bicara sama Sule. Tapi Sule adalah salah satu yang sebenarnya selalu ada di sana. "Beberapa masalah memang ada cuma untuk... diikhlasin aja."

Putus cinta bikin gue ngaca; gue jadi tahu sebenarnya gue ini seperti apa. Gue sadar dan gue jujur, gue sangat-sangat bersikeras untuk mempertahankan sesuatu---yang gue sendiri nggak yakin apa sebenarnya "sesuatu" itu. Yang gue tahu, sesuatu itu pernah tinggal lama bareng gue, arungin setiap badai dan laut tenang di perjalanan gue jadi nahkoda. Gue juga bersikeras mempertahankan si sesuatu walau pun sebenarnya gue nggak sebuta itu untuk lihat kalau... sesuatu itu udah nggak ada.

"Berhenti ngelawan, Vid." kata Sule bikin gue kicep. Sule ambil langkah tepat, memang dalam hitungan sepersekian detik gue akan melawan statement dia dengan kecengengan gue. "Kadang ngalah itu justru butuh kekuatan terbesar. Kamu cukup kuat untuk itu," tukas Sule. Lagi-lagi, gue diam.

"Vid, lo jauh lebih kuat dari ini. Masa kurang dulu lo diospek sama gue jaman SMA?" kata Piglet lagi-lagi nyolot. Sekilas, ini orang resenya keterlaluan--nggak banyak berubah dibanding songongnya dia jaman SMA. "Kalau ada skala satu sampe sepuluh, kelakuan gue ke lo tuh caurnya seribu! Ini laki lo sok-sokan mau nyaingin gue?" gue cuma tepok jidat.

"Don't worry, Vid. Kita (entah siapa yang dia maksud "kita") nggak buta. Separah-parahnya kelakuan gue dulu, gue tahu lo orang bener. Jangan berhenti jadi Vidya," jelas Piglet. Sampe situ gue diam. Halah, gombal doang paling dasar laki mulutnya sa ae.

"We all love, Vid. And we will always do." sampe situ gue diam, bukan karena gue merasa si Piglet gombal--tapi karena Piglet ngingetin gue satu hal: perjalanan gue di laut ini bukan cuma tentang gue dan Karamel. Ini juga tentang mereka-mereka yang nunggu gue di pulau tempat gue tinggal.

Oke, analogi gue nggak karuan. Tapi gue rasa lo nangkep maksud gue:
Kalau gue (mungkin dan lo) nggak bisa bangun karena dia yang ninggalin kita untuk kapal lain yang lebih keren, seenggaknya gue (dan lo) bisa bangun untuk mereka yang nunggu kepulangan kita.

Dia pergi, dan kekacauan yang dia buat sama sekali nggak mudah untuk diberesin lagi. Tapi tanpa dia, masih ada mereka yang siap datang dan bertamu. Mereka yang ada karena ketersediaan gue melihat segala sesuatu dari lebih dekat. Mereka yang sebenarnya selalu ada di sana.

Tulisan gue yang terburu-buru karena gue harus kelas setengah jam lagi ini, gue dedikasikan kepada mereka yang sebenarnya selalu ada di sana. Dunia ini terlalu keras buat ngasih lo cinderamata. Tapi kalau gue punya fast track, gue janji surga punya special seats untuk lo. Terima kasih.

Dan kepada lo yang ternyata meninggalkan kapal gue untuk kapal lain yang lebih keren, nggak apa-apa. Gue harap kapal baru lo sepadan membayar perjuangan lo susah payah bertahan hidup di kapal gue yang bobrok ini. Gue nggak akan kemana-kemana. Biar gue yang ambil kendali penuh sekarang.

Gue nggak sengaja ketemu Piglet lagi setelah dua tahun nggak ada kontak. Terakhir ketemu pun lulus-lulusan SMA. Dua tahun bukan waktu sebentar untuk ngerubah gue dan Piglet jadi orang yang lebih kuat. Tapi Piglet masih Piglet begitu juga gue masih gue. Piglet yang ternyata selalu ada di sana.

Aneh, hidup gue kayak nggak bosen-bosen bikin gue ngeliat segala sesuatunya dari lebih dekat.

Kalau kata Sherina: bahkan bintang bersinar, air mengalir, sampai dunia berputar pun ada "mengapa"nya. Lihat lebih dekat, dari sana kita paham.

BERSAMBUNGGGGGGGG!!!!
 

Me and My Freaky-Diary Template by Ipietoon Blogger Template | Gadget Review