“Musik adalah tentang rasa dan kepekaan personal
seseorang. Dengan rasa yang baik, seseorang bisa menghasilkan komposisi musik
yang baik, terlepas dari apapun bentuk instrumennya.” jelas Purwacaraka,
musikus sekaligus komponis musik Indonesia yang terkenal akan karya musik
ilustrasinya di dunia sinetron, tersirat dalam penjelasannya mengenai peranan musik
digital dalam dunia musik Indonesia di generasi muda.
Menciptakan
musik ilustrasi untuk film bukanlah sebuah hal mudah. Diperlukan pelatihan dan
pembelajaran yang matang, yang pula memerlukan waktu bertahun-tahun lamanya.
Pengabdian dan pengorbanan menjadi kawan dari berbagai proses yang ditapaki.
Musik ilustrasi bukanlah hanya tentang alunan musik
yang nyaman bagi telinga, tapi juga
yang mampu membawa suasana emosi penonton sesuai dengan pesan yang disampaikan
oleh pembuat dan pemeran film. Oleh karena itu, yang tidak kalah penting dari kemampuan
bermusik adalah kemampuan untuk merasa dan memaknai sebuah pesan visual.
Seiring dengan hidup dan berkembangnya dunia
sinetron di Indonesia, teknologi dan digitalisasi turut bernafas bersama
kehidupan perfilman. Dengan bernafasnya digitalisasi dalam dunia musik,
berbagai kemudahan ditawarkan tak hanya bagi nafas kehidupan para musisi, tapi
juga bagi kehidupan karya seni musik dan film tanah air.
Tidak selalu digitalisasi dipandang sebagai musuh
dari nilai orisinalitas karya seni tanah air. Dengan rasa yang mendalam serta
kapabilitas dalam musikalitas, digitalisasi hidup seiring karya seni tanah air
sekalipun dalam jalur yang pararel. Searah, namun tidak bertemu. Digitalisasi
bukanlah musuh selama ada rasa di dalam sebuah alunan musik. Digitalisasi
memang cerdas, tapi rasa adalah lebih
hidup dalam alunan instrumen musik dari tangan musisi yang memaknai rasa itu sendiri.
Purwacaraka lahir di Beogard, Yugislavia pada 31
Maret 1960 dan memulai perjalanan bermusiknya ketika berusia sembilan tahun.
Dengan latar belakang keluarga yang sama sekali tidak sekiblat dengan musik,
Purwacaraka melangkah keluar dari zona nyamannya. Diawali dengan dukungan orang
tua untuk terus belajar, Purwacaraka sukses membuktikan pilihan hidupnya dengan
berbagai kesuksesan dan karya yang dihargai dalam dunia seni musik dan
perfilman Indonesia.
Tidak selalu apa yang diinginkan sejalan dengan apa
yang diperhadapkan dalam hidup. Melenceng dari dunia musik, Purwacaraka
mendalami ilmu teknik industri di Institut Teknologi Bandung. Namun sebagaimana
takdir memiliki jalannya yang paling indah bagi garis hidup seseorang, dari
ilmu manajerialnya pula Purwacaraka sukses membangun sekolah musik bernama Purwacaraka Music Studio.
Pengorbanan adalah bagian dari proses menuju sebuah
kesuksesan. Setiap kesuksesan berproses, dari hal kecil hingga hal besar yang
menjadi arti dari pencapaian. Setiap orang memiliki definisinya sendiri
mengenai kesuksesan. Purwacaraka memaknai kesuksesan sebagai pencapaian atas
apa yang dijalankan dan dikerjakannya dengan senang hati.
Melalui wawancara yang berlangsung pada Jumat, 2
Juni 2017 di kediaman Purwacaraka yakni di kawasan Bintaro, Purwacaraka
membagikan pengalaman dan perjalanan dalam kesuksesannya serta berbagai
pandangannya mengenai digitalisasi dan pengaruhnya terhadap karya seni tanah
air. Dengan keterbukaan, Purwacaraka tak hanya menjawab berbagai pertanyaan
yang diajukan, tapi juga membagikan berbagai pelajaran tentang pentingnya pengorbanan
dalam perjuangan serta bermaknanya rasa dalam sebuah karya seni musik.
***
Memulai
bermain musik sejak kecil, keinginan diri sendiri atau dorongan dari
lingkungan?
Zaman itu, tidak yakin orang tua memperbolehkan
anaknya bermain musik. Ya, dorongan sendiri. Lagi pula, bapak saya tentara
sehingga walaupun mereka menyukai musik karena sering dansa waktu muda, tapi
tidak ada probabilitas untuk mengarahkan anaknya berprofesi musik karena
rasanya hari itu, bahkan hari ini pun susah.
Tidak
ada arahan dari orang tua, mengapa bisa tetap mendalami musik?
Yang mendorong saya untuk menjadi seperti sekarang
dengan musikalitas tinggi dan tahu banyak tentang dictionary of music karena dulu ada gamelan, musik India, musik
Latin, bahkan semua ada piringan hitamnya sehingga saya sudah terbiasa. Orang
tua saya memberikan saya kesempatan untuk belajar musik, seperti memberikan les
dengan serius walaupun bayar cukup mahal, beli piano juga bukan hal yang
gampang terutama untuk tentara berpangkat kapten yang mengedepankan bersih dari
komisi. Intinya, orang tua tetap support
selama beliau sanggup untuk membiayainya. Pada akhirnya, mereka terjerumus
sendiri ke dalam kebaikan. Akhirnya saya tumbuh dan berkembang menjadi pemusik
yang dianggap di atas rata-rata, otomatis aktivitas di musik menjadi intens,
sehingga saya bisa menyeimbangkan sekolah dan musik walaupun tidak banyak
bermain dengan teman-teman, tapi itu bukan masalah. Yang penting adalah saya
bisa buktikan bahwa saya bisa membagi waktu. Masuk universitas bagus, bahkan
lulus dengan hasil yang bagus juga.
Mengapa
memilih untuk berkuliah di jurusan teknik industri Institut Teknologi Bandung
yang tidak ada kaitannya dengan minat musik?
Jawabannya jujurnya, saya memilih teknik industri
karena saya melihat peluang untuk tetap bisa main musik karena cenderung lebih
renggang. Belum tentu jurusan lain seperti kedokteran, masih bisa berpeluang
untuk main musik. Waktu itu, yang sedang top adalah teknik arsitektur, mesin,
atau elektro. Kalau saya memilih jurusan-jurusan itu, padat sekali kegiatannya
dan belum tentu bisa main musik. Di jurusan teknik industri, banyak
pembelajaran kualitatif yang lebih mendalami managerial function sehingga saya melihat jurusan itu sangat
fleksibel untuk tetap bisa mengambil banyak jenis pekerjaan lain. Untuk saya, interest tambahnnya adalah bagaimana
saya tidak harus terlalu padat kegiatan kuliah karena pembelajaran kualitatif
yang cenderung lebih mengandalkan kemampuan berpikir membuat saya tetap bisa
berpeluang untuk bermain musik dengan baik.
Anda
lulus dari teknik industri dengan hasil yang sangat baik. Bagaimana Anda
menyeimbangi kewajiban dengan minat?
Memang harus ada pengorbanan, harus bisa disiplin
waktu. Ketika ada ujian, saya harus mengorbankan minat dan pekerjaan saya di
musik. Saya harus selalu bisa mengondisikan dan mengingat bahwa saya masih
kuliah. Beruntung pimpinan saya waktu
itu juga paham bagaimana rules of game
dari mahasiswa. Network juga penting,
terutama untuk yang ingin mendalami bisnis.
Adakah
kendala tertentu dari lingkungan atau keluarga ketika harus menyeimbangkan
kuliah dengan musik sebagai minat?
Semua orang, tidak terkecuali orang tua saya akan
menerima apa saja opsi yang ditawarkan oleh seseorang, terutama anaknya ketika
dia bisa membuktikan bahwa dia tidak merugikan apa yang dia persepsikan. Kalau
kita bisa buktikan bahwa musik tidak mengganggu kuliah, persoalan selesai.
Selain itu, saya sudah menghasilkan uang sejak SMA sehingga ketika kuliah, uang
penghasilan saya meningkat sehingga orang tua saya melihat manfaat lain dari
pekerjaan dan minat saya. Saya harus bisa buktikan bahwa minat saya adalah
maksud yang baik dan terbuktikan dengan mampu lulus dengan hasil yang baik
juga. Setelah lulus, I’m on my way
boleh, dong...
Artinya,
cita-cita sejak kecil untuk terjun ke dalam dunia musik tercapai.
Saya tidak pernah punya cita-cita yang persis dengan
keadaan saya sekarang. Kesuksesan itu relatif. Yang penting pekerjaan saya
menyenangkan dan saya merasa mendapatkan achievement.
Kepuasan bukan pada uang. Sama halnya dengan ketika kita bermain piano di
hadapan banyak orang, achievement
bukan pada berapa besar bayaran, tapi berapa banyak penonton yang terhibur.
Saya percaya bahwa jika achievement
dijadikan landasan, uangnya sendiri yang ngikut.
Ketika
menyeimbangi kuliah dan pekerjaan sebagai wakil direktur, bukankah lebih
mendalami bisnis daripada musik?
Tidak, karena semua berproses. Saya memulai dengan
mengajar piano ke rumah-rumah atau main di kafe dengan bayaran seratus ribu
hari itu. Intinya, semua saling menopang dalam berjalannya sebuah proses antara
musik dan bisnis. Saya membangun
musik dari bawah. Mengawali dengan bukan
siapa-siapa, demonstrator,
kemudian menjadi product specialist,
kemudian baru mendapat nama dan proses terus mengerucut. Kualitas beban
pekerjaan bertambah seiring tanggung jawab.
Anda
terkenal dengan karya musik ilustrasi sinetron, yang paling terkenal adalah
sinetron Si
Doel. Bagaimana awal mulanya?
Semua berawal ketika SCTV memisahkan diri dengan RCTI,
dengan sinetron berjudul Buku Harian,
pemainnya Desi Ratnasari, Didi Petet, dan banyak aktor terkenal lain. Produksi
hari itu belum sebanyak hari ini. Saya memulai di Si Doel ketika Rano Karno mengajak saya dengan hubungan pertemanan.
Beliau jemput saya pukul sepuluh malam, di studi Editing Spectra kami kerja sampai pukul enam pagi, produksi musik
untuk dua episode pertama. Enam episode pertama sukses, berlanjut terus hingga
akhirnya kami menyelesaikan seua sekuel, terdiri dari tujuh sekuel, selama
sebelas tahun. Berbeda dengan sinetron Tukang
Bubur Naik Haji yang berhenti pada episode 2100, ditampilkan setiap hari
dimana produksi musik mengandalkan sistem komputer sehingga saya tidak perlu
lagi datang ke tempat editing. Saya menggunakan berbagai teknologi, bahkan bisa
memproduksi di studi saya sendiri.
Artinya,
hubungan pertemanan menjadi awal dari karir Anda yang berkembang pesat dalam
dunia produksi musik ilustrasi sinetron di Indonesia.
Percayalah bahwa pekerjaan yang baik membuahkan
hasil yang baik. Waktu itu saya memulai dengan hubungan pertemanan. Tapi
selepas itu, saya membuktikan bahwa hasil yang saya hasilkan bukanlah urusan
pertemanan, tapi karena kapasitas. Untuk saya, yang terpenting bukanlah
mendapatkan uang sebanyak-banyaknya, tetapi kapasitas. Jika orientasi mendapat
uang sebanyak-banyaknya, akan susah mencapai tujuan.
Untuk
membuat musik ilustrasi sinetron, adakah basic kesukaan pada perfilman?
Saya jarang menonton film, tapi saya penikmat benda
berkesenian apapun bentuknya. Ketika saya diminta untuk mengisi ilustrasi, saya
tidak punya basic ilustrator, tapi
saya punya pemahaman mengenai dramaturgi, adegan, mengobrol dengan sutradara,
salah persepsi dalam ilustrasi. Dengan begitu, saya memahami bahwa musik
ilustrasi sangat berpengaruh pada mood
dalam adegan. Saya selalu berdiskusi dulu dengan sutradara tentang perasaan
penonton yang bagaimana yang ingin disentuh oleh film.
Musik
ilustrasi memiliki kekuatan yang sangat besar dalam memengaruhi suasana emosi
penonton.
Sangat benar. Bahkan ada kalanya gambar (visual)
tanpa naskah bisa berpengaruh kuat hanya dengan mengandalkan musik.
Naskah
dan musik, yang mana yang lebih kuat?
Tergantung kita melihatnya dari sisi mana. Musik
datang belakangan sehingga tidak meninggalkan peran sebagai pendukung karena script memegang peranan sebagai inti
dari story telling yang terpenting.
Musik berdiri karena gambar (visual), namun memiliki peranan yang sangat
penting. Bahkan musik menggiring penonton untuk mengganti atau tidak mengganti channel, dengan mengandalkan pembawaan
suasana emosi.
Apa
tantangan terbesar dalam menciptakan musik ilustrasi?
Scoring,
karena dulu sistemnya tidak sync
dengan komputer. Penghitungan tempo dan waktu harus dilakukan secara manual,
saya harus menghitung dulu ritmenya berapa, kemudian saya tandai. Saya harus
membuat komposisi musik berdasarkan komposisi gambar. Sekarang sudah jauh lebih
mudah dengan mengandalkan komputer.
Adakah
unsur industrialis dalam berbagai pekerjaan Anda dalam seni?
Itu adalah hal yang menarik. Once kita masuk ke dalam dunia industri, industri selalu
menjanjikan hal yang besar karena tidak banyak orang seni yang berpola pikir
industrialis. Bukan masalah, their own
risk, their own challenges, their own achievement. Saya memang sering
dianggap industrialis karena memang 55% otak saya adalah teknik industri.
Semakin
zaman berkembang, kita semakin dimudahkan dalam memproduksi musik. Generasi
muda lebih tertarik dengan produk digital. Bagaimana pandangan Anda?
Komposisi musik tidak ditentukan oleh the matter of digital or not. Komposisi
musik ditentukan oleh rasa dan kualitas personal. Dulu, apa yang saya dalami
adalah sulit sehingga pemain dan pesaingnya sedikit, sehingga saya dipercaya
untuk menjadi kepala. Bagaimana pun prosesnya, saya tidak ingin menghasilkan
sesuatu yang bernilai gampang karena pada ujungnya, tidak akan bernilai dalam
jangka panjang. Untuk membuat musik ilustrasi sinetron, saya membuat komposisi
yang baik, baik komposisi dalam struktur atau dalam instrumentasi.
Digitalisasi
tidak menentukan kualitas karya musik.
Benar, tapi yang paling penting digitalisasi memang
jauh mempermudah. Tapi kita justru harus meningkatkan kualitas bermusik kita
karena kemudahan tersebut. Kalau kemudahan tidak dibarengi dengan kualitas,
maka fasilitas digitalisasi tidak akan ada artinya. Jika kita memiliki
fasilitas yang canggih, yang diperhatikan adalah bisa atau tidaknya kita
menciptakan musik yang bagus dengan komposisi kita.
Adakah
pengaruh digitalisasi pada lunturnya kecintaan generasi muda pada orisinalitas karya
musik tanah air?
Digitalisasi dan kecintaan pada karya tanah air
adalah hal yang berbeda. Digital adalah hasil kemajuan teknologi. Musik adalah
eksplorasi rasa. Jika membandingkan musik yang dilakukan dengan digital atau
tidak digital, bisa jadi yang menang adalah produk digital, jika kita menggarap
musik yang tidak digital dengan tidak oke.
Sampai saat ini, saya masih merasakan bahwa hasil instrumen biola digital tidak
akan lebih baik daripada instrumen yang dimainkan tanpa digital, selama pemain
biolanya benar-benar berkemampuan baik. Jika yang bermain instrumen berkualitas
bagus, maka kualitas yang dihasilkan pun bagus.
Artinya,
yang lebih penting dari digitalisasi adalah kemampuan pemain musik dalam
menciptakan atau memainkan musik.
Musik ada di dalam kapasitas pemainnya, termasuk
dalam generasi muda meliputi kemampuan eksplorasi secara kreatif, pemanfaatan
dari materi, dan pemanfaatan yang disediakan oleh produk digital. Produksi
musik memang jauh dipermudah dengan digital, tapi komposisi musik bukan
komputer yang membuat. Bagaimana hasilnya dibedakan oleh komposisi musisinya,
bukan dari rapi atau tidaknya produk digital.
Bagaimana
kaitan digitalisasi dengan kenusantaraan?
Digitalisasi dengan kenusantaraan adalah hal yang
berbeda. Memang bisa terlihat bahwa kelompok tradisional dan modern bagaikan
air dan minyak. Di tengah-tengah perbedaan tersebut, ada musisi yang
bereksperimen dengan mencampurkan unsur tradisional dengan kontemporer. Namun
perbedaan tersebut tidak dapat dipaksakan agar musik tradisional tidak punah.
Walaupun begitu, kecintaan pada budaya tanah air memang tidak boleh dilupakan.
Kehadiran
produk digital tidak memengaruhi nilai-nilai budaya tanah air.
Setahu saya, ini hanyalah masalah exposing. Media memiliki peranan penting
dalam memengaruhi pola pikir masyarakat tentang arti seni musik. Media
memberikan gambaran tentang musisi-musisi yang telah melalui proses rekaman
sehingga masyarakat berpemahaman bahwa seniman musik adalah yang melalui proses
rekaman. Ukuran kesenian pada dasarnya tidak ditentukan oleh proses rekaman.
Media tidak selalu mengupas fenomena kesenian yang terjadi di gedung kesenian
Jakarta karena dinilai sebagai berita yang tidak menarik. Banyak fenomena seni
musik nusantara yang berkualitas tidak menjadi bahan berita karena tidak ada
peranan artis top di dalamnya. Media memang memiliki kekuatan yang besar.
Foto: Vidya Pinandhita
Purwacaraka bermain piano seusai
wawancara sembari dengan santai berbagi tentang berbagai pengalaman uniknya
dalam perjalanan sebagai komponis musik ilustrasi sinetron Indonesia. Karyanya
yang paling terkenal adalah Si Doel,
sinetron yang ditayangkan di RCTI
sejak 1996 hingga 2006 dan diperankan oleh Rano Karno.
Wawancara berlangsung di kediaman
Purwacaraka di kawasan Bintaro pada Jumat (2/6). Dengan keterbukaan,
Purwacaraka berbagi tentang pengalamannya dalam dunia musik ilustrasi sinetron
hingga mendirikan Purwacaraka Music
Studio.